Friday, August 10, 2012

Shalat Qiyamul Lail

Kaifiat Qiyamullail (Shalat Lail)
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا.
فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat (lail) baik di dalam bulan ramadhan maupun di luar ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat. Beliau memulai dengan mengerjakan 4 rakaat, kamu tidak usah menanyakan bagaimana baik dan panjangnya shalat beliau. Setelah itu beliau kembali mengerjakan 4 rakaat, kamu tidak usah menanyakan bagaimana baik dan panjangnya shalat beliau. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.”
Aisyah berkata: Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum witir?” Beliau menjawab, “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku memang tidur namun hatiku tidak.”
(HR. Al-Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُومُ مِنْ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ
“Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat malam hingga kedua kaki beliau pecah-pecah.” (HR. Al-Bukhari no. 4460 dan Muslim no. 2820)
Dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Sesungguhnya puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud, sedangkan shalat yang paling disukai Allah adalah juga shalat Daud alaihissalam. Beliau tidur hingga pertengahan malam, kemudian bangun (untuk shalat lail) selama sepertiga malam, lalu kembali tidur pada seperenamnya (sisa malam). Dan beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Al-Bukhari no. 1131)
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang shalat malam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu shubuh, hendaklah dia shalat satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya.” (HR. Al-Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749)
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ لِيُصَلِّيَ افْتَتَحَ صَلَاتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun di malam hari untuk menunaikan shalat malam, biasanya beliau memulai shalatnya dengan dua rakaat ringan.” (HR. Muslim no. 767)
Penjelasan ringkas:
Qiyamullail termasuk shalat sunnah yang disyariatkan dalam Islam, bahkan dia merupakan shalat sunnah yang paling utama. Qiyamullail adalah penamaan untuk semua shalat sunnah yang dikerjakan di malam hari setelah shalat isya hingga subuh. Karenanya, yang termasuk qiyamullail (shalat lail) adalah: Shalat witir, shalat tahajjud, dan shalat tarawih. Shalat witir adalah shalat lail yang berakaat ganjil, shalat tahajjud adalah shalat lail setelah tidur, dan shalat tarawih adalah shalat lain di bulan ramadhan.
Waktu shalat lail
Awal waktu shalat lail adalah setelah shalat isya dan akhir waktunya adalah setelah terbit fajar kedua. Ini berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengerjakan shalat sebelas rakaat pada waktu antara selesai shalat isya sampai subuh.” (HR. Muslim no. 736) Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas. Karenanya Ibnu Nashr berkata dalam Mukhtashar Qiyam Al-Lail hal. 119, “Yang disepakati oleh para ulama adalah: Antara shalat isya hingga terbitnya fajar (shadiq/kedua) adalah waktu untuk mengerjakan witir.”
Karenanya jika ada orang yang shalat maghrib-isya dengan jama’ taqdim, maka dia sudah boleh mengerjakan shalat lail walaupun waktu isya belum masuk. Sebaliknya, walaupun sudah jam 10 malam tapi jika dia belum shalat isya, maka dia belum diperbolehkan shalat lail.
Hanya saja waktu yang paling ideal adalah dikerjakan selepas pertengahan malam, sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Amr di atas.
Jumlah rakaatnya
Rakaat yang dibicarakan di sini, khusus rakaat shalat lail yang genap. Adapun jumlah rakaat shalat lail yang ganjil (witir), maka telah berlalu pada artikel ‘Shalat Witir’. Shalat lail minimal 2 rakaat dan paling banyak tidak terbatas. Ini berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas. Hanya saja, walaupun dibolehkan mengerjakan shalat lail tanpa ada batasan rakaat (selama itu genap), akan tetapi sunnahnya dia hanya mengerjakan 8 rakaat (plus witir 3 rakaat) berdasarkan hadits Aisyah yang pertama di atas. Disunnahkan juga untuk mengerjakan 2 rakaat ringan sebelum shalat lail -berdasarkan hadits Aisyah yang terakhir di atas-, sehingga total rakaatnya adalah 13 rakaat.
Kaifiat pelaksanaannya
Kaifiat pelaksanaan shalat witir telah kami jelaskan sebelumnya. Adapun shalat lail yang jumlahnya genap, maka dikerjakan 2 rakaat-2 rakaat berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas. Hanya saja, terkhusus pada shalat lail 8 rakaat, sebagian ulama ada yang membolehkan mengerjakannya 4 rakaat-4 rakaat, berdasarkan hadits Aisyah yang pertama di atas.
Adapun bacaannya, maka disunnahkan untuk membaca surah-surah yang panjang. Di antara dalilnya adalah:
a.    Nabi shallallahu alaihi wasallam membuka shalat lail dengan 2 rakaat ringan. Ini menunjukkan shalat lail beliau adalah shalat yang berat karena bacaannya yang panjang.
b.    Nabi shallallahu alaihi wasallam juga shalat lail hingga kedua kaki beliau pecah-pecah. Ini dikarenakan lamanya beliau berdiri akibat membaca surah yang panjang.
c.    Ucapan Aisyah radhiallahu anha, “Kamu tidak usah menanyakan bagaimana baik dan panjangnya shalat beliau.” Ini menunjukkan shalat beliau sangat panjang.
Previous Post
Next Post

post written by:

0 comments:

http://arabyislam.com